Kamis, 17 April 2008

Saat Sang Surya Tenggelam

OLEH ADIB HIDAYAT, ROLLING STONE INDONESIA.

MENGENANG SEORANG MUSISI LEGENDARIS YANG SUARA, SOSOK, DAN KARYA-KARYANYA TIDAK AKAN PERNAH HILANG DARI INGATAN DARI INGATAN KITA SAMPAI KAPANPUN.

“Inalillahi Wa Inna Ilaihi Roji’un”. Telah meninggal dunia saudara/sahabat/legend kita CHRISMANSYAH RAHADI / ”CHRISYE” Jum’at, 30/03/2007 jam 04.00 WIB, jenazah disemayamkan di Jalan Asem 2 No. 80 Cipete, Jaksel” JUM’AT, 30 MARET 2007 PADA JAM 04.42

SEBUAH SMS DENGAN ISI SEPERTI TERTULIS DI atas itu tiba-tiba masuk ke handphone saya. Emil, yang selama in dipercaya menjadi asisten dan manajer Chrisye menuliskan sebuah berita yangs selama ini saya takutkan. Teramat saya takutkan sekali. Sebuah berita yang saya harap tidak akan mendengarnya. Saya tidak mau dalam waktu dekat meneriman kabar ini. Saya mau berita ini muncul 100 tahun lagi jika Tuhan mengijinkan. Saya masih ingin mendengar suara teduhnya menembangkan “Merpati Putih” atau “Merepi Alam”. Tetapi Tuhan punya scenario lain dengan perjalanan hidup seorang musisi besar dan bersahaja bernama Chrisye. Setelah hampir dua tahun menderita sakit kanker paru-paru, kondisi Chrisye yang sempat berangsur membaik – bahkan bisa tampil gagah berani di panggung dan medan panas seperti A Mild Live Soundrenaline 2006 – akhirnya penyanyi kharismatik yang juga bisa bermain bass di awal karirnya ini harus menghadap Tuhan. Sejenak saya terdiam saat menyadari berita tersebut. Mata masih belum sadar. Di layar handphone saya meninggalkan 3 missed call dari Indra, Managing Editor Rolling Stone Indonesia. Saya yakin dia menelepon untuk memberi tahu ikhwal meninggalnya Chrisye. Tak lama telepon darinya berbunyi lagi, di seberang sana Indra sambil mengendarai mobilnya di jalan tol memberi tahu meninggalnya pelantun pop paling melenakan dari kancah music Indonesia itu. Kami janjian untuk bertemu di rumah almarhum untuk melayat. Tetapi entah kenapa, sejenak dorongan hati segera meminta saya mencari album Badai Pasti Berlalu yang dirilis hampir 30 tahun yang lalu. Ini album yang asli, bukan remake yang dirilis Chrisye tahun 1999 atau yang kemarin baru saja dirilis oleh nama-nama pop yang melanturkan estetika dan kesakralan album pop terbaik yang pernah ada di Indonesia. Lagu demi lagu yang terdengar makin membangkitkan baying pada almarhum, “Tiada lagi melodi… dapat ku cipta tanpa senyummu” bunyi lirik yang terdengar dari lagu “Pelangi” benar-benar menusuk hati. Tak percaya rasanya membayangkan Chrisye telah tiada. Saya percaya, sejak hari ini Indonesia telah kehilangan salah satu melodi terbaik yang pernah dimiliki. Paduan suara anak bangsa akan terasa sumbang manakala melodi indah yang biasanya terdengar itu telah pergi untuk selamanya.

A JOURNEY
Chrisye pertama berkenalan dengan wilayah music ketika bergabung dengan band bernama Sabda Nada di tahun 1968. Sabda Nada berdiri pada tahun 1966 dengan formasi awal : Ponco Sutowo, Gauri Nasution, Joe-Am, Eddy, Edit, Roland dan Keenan Nasution. Sabda Nada tidak berumur panjang dan berubah nama menjadi Gypsy di tahun 1969, itu juga membuat pergantian personil. Gypsy terdiri dari Gauri Nasution (Giutar), Onan (Keyboard), Tammy (Trumpet/Sax), Keenan Nasution (Drum), Chrisye (Bass) dan Atut Harahap (Vocal).

Kala itu Gypsy menjadi salah satu band Jakarta yang cukup disegani dan memiliki peralatan paling mewah pada jamannya. Band kelas atas istilahnya. Pada tahun 1971 formasi band ini berubah, dengan hadirnya Adji Bandi, Lulu dan Rully Djohan. Tahun itu juga mereka mendapat kesempatan terbang ke New York dan bermain di Ramayana Restaurant selama kurang lebih setahun. Ketika di New York Chrisye sempat pula bergabung dengan band The Pro’s yang terdiri dari almarhum Broery Marantika, Dimas Wahab, Pomo, Ronnie Makasutji dan Abadi Soesman.

The pro’s ini juga merupakan home band pada Ramayana Restaurant seperti halnya Gypsy. Sepulang dari New York pada tahun 1974, Chrisye bergabung dengan Guruh Soekarno Putra, Keenan Nasution, Odink Nasution, Abadi Soesman, Roni Harahap, serta Chrisye dalam kelompok Guruh Gypsy. Mereka merekam album bernama Guruh Gypsy di studio Tri Angkasa yang kala itu merupakan studio 16 track dan termasuk paling canggih di Indonesia. Rekaman ini dimulai pada Juli 1975 dan selesai November 1976. Kasetnya dirilis sebanyak 5.000 keping oleh PT. Pramaqua dengan dilengkapi sebuah buku setebal 32 halaman untuk menceritakan latar belakang album Guruh Gypsy termasuk makna dan lirik yang terkandung di dalamnya. Album yang memadukan beragam unsur gamelan Bali dan musik modern ini adalah salah satu album eksperimen yang banyak menelan biaya, waktu, dan tenaga. Selepas album ini Chrisye memutuskan untuk bersolo karir dan mulai menghasilkan album-album rekaman dengan lagu-lagu ciptaannya sendiri maupun teman-teman dekatnya. Termasuk ketika di tahun 1977, Chrisye berhasil mempopulerkan lagu “Lilin-Lilin Kecil” karya James F. Sundah dan memenangkan Lomba Karya Cipta Lagu Remaja Prambors ( LCLR ). Berikutnya sejarah tertoreh lewat suara emasnya.

CIPTA NADA SANG LEGENDA
- Guruh Gypsy – Pramaqua 1976
- Jurang Pemisah – Pramaqua 1977
- Badai Pasti Berlalu – Irama Mas 1977
- Sabda Alam – Musica Studio’s 1978
- Percik Pesona – Musica Studio’s 1979
- Puspa Indah - Musica Studio’s 1980
- Pantulan Cahaya - Musica Studio’s 1981
- Resesi - Musica Studio’s 1983
- Metropolitan - Musica Studio’s 1983
- Nona - Musica Studio’s 1984

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda